Tentakel kapitalisme bernama iklan.
Wanita, dengan segala keindahannya banyak tereksploitasi di sana.
Menjadi sekedar pemanis atau justru barang dagangan utama?
Banyak sekali iklan berseliweran di mata kita. Ada yang melalui tabung ajaib bernama televisi, ataupun baliho-baliho besar di sepanjang jalanan kota. Mata yang menikmati pun beraneka ragam, dari bapak tua uzur yang bau tanah, bapak berusia kepala empat yang sedang puber kedua, anak remaja beringasan yang bergejolak darah mudanya, ataupun anak bau kencur yang belum bisa lurus pipisnya.
Kita tidak sedang mengomentari iklan body spa maupun iklan salon lulur. Kalau itu sih masih wajar seandainya mengumbar gambar wanita cantik plus keindahannya.
Nah kalau iklan mie rebus? Apakah pantas memajang gambar wanita dan seolah-olah si wanita mengajak menikmati mie bersama-sama. Opo tumon?
Yang pertama sebuah iklan mie dengan menampilkan Titi Kamal. Lalu si pesaing tak mau kalah dengan memajang Luna Maya. Ah, keduanya sama-sama menggoda iman.
Satu lagi tambahan, sebuah provider selular memajang angka tarif di tubuh sebuah cewek dengan balutan kaos tipis sehingga terlihat kontur yang bergelombang. Ah, tidak mengerti tujuannya apakah melihat angka tarif lantas otak menjadi tidak berfungsi normal akibat terhipnotis ‘kontur bergelombang’ tadi? Saya tidak bermaksud sok suci sih, toh saya bisa mendapatkan gambar yang jauh lebih menarik daripada yang sekedar seperti itu *ketawa dulu* tapi….. Ada tapi-nya sodara-sodara.
Ketidak tepatan konteks penggunaan objek iklan yang ngawur ini tentu saja bukan suatu keberulan atau ketidak tahuan. Saya berani memastikan kalau arsitek pembuat iklan tersebut merupakan lulusan akademi periklanan berdasi yang oke punya. Atau konsultan perencana iklan itu berasal dari lembaga riset pemasaran yang handal dan terpercaya. Toh perusahaan mie itu juga perusahaan besar, bukan cuma penjual bakmi kaki-lima. Lantas kenapa masih menggunakan objek iklan yang ngawur macam itu?
Bisa kita tebak, mereka hanya menyesuaikan dengan target bidikan iklan. Masyarakat kita yang masih cenderung melihat bungkus daripada isi. Asal kelihatan menggoda selera, maka itu yang laku. Kalau demikian adanya maka siap-siaplah para wanita tereksploitasi demi kepentingan bisnis. Saya kok yakin sekali bayaran mereka tidak akan lebih dari 10 % omzet perusahaan yang mengeksploitasi ‘tubuh’ mereka. *sigh*
Selamat Datang di blog komunitas mahasiswa dan alumni Teknik Informatika angkatan 2004 Universitas Teknologi Yogyakarta
Category Info Komunitas
Subscribe to:
Comment Feed (RSS)
|