Judul ini sengaja diangkat, karena penulis alias Hafid melihat banyaknya mahasiswa (termasuk penulis kaleeee) yang seolah-olah lari, tidak mau peduli ataupun mati kata ketika ditanya seputar dunia kerja yang akan dihadapinya. Banyak mahasiswa yang masih berharap bahwa setelah lulus nanti bakal dengan mudah diterima kerja pada sebuah perusahaan besar dan hidup enak, padahal mereka jelas-jelas melihat realita tentang ratusan ribu sarjana menganggur karena belum diterima kerja pada posisi yang layak, itu artinya setiap sarjana mau tidak mau harus bersaing dengan ratusan ribu sarjana lain untuk bekerja di suatu perusahaan. Terlalu berat saingan sebanyak itu, apalagi tanpa didukung dengan skill yang memadai.
Dalam hal ini, mahasiswa mempunyai tugas sekaligus konsekuensi yang cukup berat. Tugasnya terutama adalah untuk belajar dan mendalami ilmu dibidangnya, serta konsekuensinya adalah dia harus menguasai ilmu sesuai bidangnya tersebut, sehingga dengan itu, akan lebih memudahkan hidupnya dikemudian hari, seperti memudahkannya untuk terjun ke dunia kerja.
Tujuan kuliah, yang pasti adalah untuk mendapatkan ilmu. Untuk benar-benar mendapatkannya diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit, baik waktu, tenaga dan biaya. Orang yang berilmu akan memperoleh derajat yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak berilmu. Orang yang berilmu akan lebih mudah hidupnya dari pada yang tidak berilmu. Tetapi tidak bisa di pungkiri bahwa saat ini begitu banyak orang-orang yang “berilmu” (yang biasa disebut sebagai sarjana) justeru susah hidupnya, rendah derajatnya karena belum bekerja secara layak
Tidak perlu kita mencari-cari kambing hitam atas kenyataan ini dengan menyalahkan sistem pendidikan yang diterapkan atau menyalahkan sistem birokrasi di Indonesia yang syarat KKN. Instropeksi diri merupakan langkah tepat yang seharusnya ditempuh oleh para sarjana. Benarkah para sarjana (orang-orang yang “berilmu”) telah berilmu atau mempunyai keahlian di bidangnya? Inilah sebenarnya yang dipertanyakan oleh peusahaan2 pencari kerja yaitu dengan menyeleksi secara ketat calon pegawainya dimana skill yang tinggi yang mereka cari, mereka tidak lagi peduli dan tidak lantas terkecoh dengan gelar sarjana yang disandang pelamar kerjanya..
Seorang sarjana yang memiliki bekal ilmu yang cukup tidak cenderung untuk mencari lowongan pekerjaan tapi justeru membuka lowongan pekerjaan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Sedangkan sarjana yang tidak memiliki bekal yang cukup akan cenderung pasif dan bergantung pada orang lain.
Kurangnya bekal yang dimiliki oleh sarjana merupakan dampak dari apa yang telah ia lakukan ketika masih menjadi mahasiswa. Kesalahan utama kebanyakan mahasiswa adalah kurang serius dalam belajar, hal ini wajar karena mahasiswa merasa tidak lagi sekolah dimana sekolahlah yang mewajibkan mereka untuk terus belajar dengan tekun. Tidak bisa dipungkiri pula, pola "belajar" mahasiswa sangat jauh berbeda dengan ketika masih duduk dibangku sekolah SMA atau SMP, kebanyakan menganggap bahwa belajar hanya untuk anak sekolah saja.
Sesal sesal dan sesal yang bisa dilakukan ketika semua ini tejadi!. Dan apa yang bisa Anda lakukan setelah itu? STOP STOP STOP, jangan biarkan penyesalan ini terjadi pada Anda. Sebelum gelar sarjana benar2 Anda peroleh, kini saatnya Anda bertanya pada diri Anda sendiri layakkah Anda bergelar sarjana, sebuah gelar prestisius yang masih dijadikan referensi oleh banyak orang awam untuk mengatakan bahwa seorang sarjana adalah orang yang memiliki ilmu yang tinggi.
|